Terima Kasih Atas Kunjungan Anda di Blog Kami

Sunday 10 October 2010

skripsi; PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA CYBERCRIME DALAM HUKUM PIDANA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak pula terhadap nilai sosial, ekonomi, dan norma hukum. Perkembangan teknologi persenjataan dengan jangkauan yang lebih jauh dan daya pemusnah yang lebih kuat, mengakibatkan norma hukum di bidang batas teritorial lautan sekitar 3 mil laut, tidak lagi efektif untuk jaminan keamanan lingkungan suatu wilayah negara. Demikian pula ditemukan teknologi satelit dan pesawat ruang angkasa yang melampaui batas-batas atmosfir, norma hukum untuk mempertahankan batas lingkungan wilayah atas angkasa menjadi kurang berarti. Di pihak lain, dapat pula disebutkan, kemajuan teknologi canggih di bidang kesehatan seperti ultrasonografi (USG), computerized tonografy scanning (CT-scan), dan magnetic resonance imaging (MRI), masing-masing untuk diagnosa dalam tubuh pasien tanpa membedahnya, serta extra corpored shock wave (ESWL) untuk menghancur batu ginjal dengan biaya investasi yang sangat besar, menyebabkan biaya perawatan pasien yang tinggi, karena itu, penyesuaian peraturan standart pelayanan rumah sakit dilakukan sehingga menimbulkan polemik mengenai perlindungan konsumen. Perkembangan teknologi semacam itu tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berdampak pula dalam berbagai segi kehidupan dan norma hukum, diantaranya telekomunikasi, dokumentasi, elektronika dan komputer. (Heru Supraptomo, 1996 : 74).

Bidang terakhir inilah yang menjadi bahan pembahasan berbagai kalangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri dapat diikuti lewat seminar-seminar hukum pidana dengan topik kejahatan dengan menggunakan komputer, sedangkan di luar negeri dapat diikuti lewat berbagai kongres internasional, diantaranya 4th International Congress on “law and computers”, di Roma Italia yang berlangsung pada 1998. (Heru Supraptomo, 1996 : 74). Kongres tersebut memberikan gambaran jangkauan segi-segi hukum yang berkaitan dengan perkembangan teknologi komputer yang luas.
Komputer telah dimanfaatkan secara luas dalam kehidupan modern, hal tersebut dibuktikan dengan semakin canggihnya bentuk komputer, salah satunya adalah virtual reality packing yaitu peralatan untuk mempermudah masuk dalam cyberspace. Namun kadang-kadang juga menimbulkan ide untuk menggunakannya dalam sisi negatifnya, seperti dalam bentuk perbuatan pidana. Semakin canggih teknologi komputer yang dapat dimanfaatkan meningkatkan efisien semakin canggih pula para ahli hardware dan software telah pula berusaha untuk menciptakan security system yang canggih. (Heru Supraptomo, 1996 : 151).
Kasus-kasus yang terkenal yang terjadi di dunia adalah berupa penyalahgunaan coding dan decoding atas MICR (magnetic ink character recognition) yang biasa dipakai dalam warkat-warkat cek, bilyet giro, untuk menandai secara tepat nomor rekening, sandi bank, yang dilakukan oleh petugas bank, sehingga merugikan pemegang rekening dan bank.
Dalam pada itu pembahasan mengenai cybercrime semakin meningkat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini. Hal ini kurang dipantau oleh berbagai pihak, mereka masih bergelut dengan sistem hukum yang baku dan kurang fleksibel terhadap permasalahan cybercrime.
Cybercrime ini dapat melampaui batas-batas wilayah suatu negara. Apalagi tempat atau perantara kejahatan tersebut tidak nyata atau semu dan kemudian lebih dikenal dengan dunia virtual reality atau cyberspace yang merupakan media perantara tanpa batas dengan memiliki daya jangkau dan jaringan ke seluruh dunia.
Dengan semakin canggihnya peralatan komputer yang ada, menimbulkan semakin beragamnya bentuk cybercrime, selain itu para pelaku pada umumnya memiliki kemampuan lebih dalam pengoperasian peralatan teknologi komputer dibanding dengan para penegak hukum dan masyarakat pada umumnya.
Fokus dari cybercrime ini adalah para pengguna atau pengakses cyberspace serta para pemilik situs dengan tujuan merusak dan mengobrak-abrik informasi data yang dimiliki oleh suatu situs tersebut, selain itu terkadang para pelaku hanya iseng atau hanya sebagai visitor, dengan rasa ingin tahu yang sangat besar ini menyebabkan pelaku merasa jengkel apabila tidak dapat memasuki suatu gerbang (password). Sehingga, dengan cara paksa mereka masuk dengan menggunakan virus atau program tertentu, yang efeknya ke alamat situs lain. Hal tersebut menyebabkan para pengguna, pengakses lain dan pemilik situs tidak dapat menggunakan situs tersebut untuk mengetahui informasi yang ada.
Dari uraian di atas jelas bahwa cybercrime sangat merugikan pihak-pihak yang menggunakan cyberspace. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jaringan cyberspace, juga terkena imbas dari cybercrime ini.
Untuk menghadapi perkembangan teknologi komputer tersebut, masalah yang dihadapi Indonesia adalah masalah-masalah hukum yang ada, yaitu KUH Pidana yang perlu kejelasan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Istilah surat-surat pada pasal 263 KUHP telah terdesak dengan media elektronik di bidang komputer, khususnya di dalam cyberspace semua data program terus berjalan tiap detiknya dan selalu berpindah secara otomatis.
b. Bila ekonomis sering menjadi berbentuk immateriil, dalam hal ini berwujud transfer data secara elektronis melalui dunia cyber, yang menjadi masalah kemudian apakah ini dapat disamakan dengan “barang” menurut pengertian KUHP.
c. Pasal 362, apakah dapat diterapkan untuk perbuatan pidana pengambilan data dan informasi di bidang komputer.
d. Apakah carding dapat dianggap sebagai tindak pidana penipuan sebagaimana dalam pasal 378 KUHP.
Dalam keadaan seperti tersebut di atas, sementara belum ada ketentuan secara jelas yang memang menimbulkan pertanyaan apakah hakim dalam melakukan interpretasi boleh melakukan secara extensive atau restriktif. Oleh karena itu, perlu ada pedoman-pedoman, misalnya jika suatu pengertian baru harus dianggap sebagai suatu hal yang fungsional pada saat ini, dengan berlandaskan maksud pembuat undang-undang pada waktu berlakunya undang-undang tersebut yang telah berlaku sejak lama, maka interpretasi extensive dimungkinkan. Sebaliknya, apabila terdapat norma perundang-undangan norma yang belum berpadu dengan norma-norma sosial yang berlaku. Interpretasi restriktif yang dimungkinkan. (Heru Suprapto, 1996 : 155) Teknologi cyberspace berkembang terus, di samping hasilnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan kehematan (ekonomis) bagi kehidupan, juga sering menimbulkan ide-ide negatif sementara pihak yang ingin menyalahgunakan secara melawan hukum untuk kepentingan pribadi atau golongannya.
Jaringan komputer global (Internet) pada awalnya digunakan hanya untuk saling tukas-menukar informasi, tetapi fungsinya kemudian meningkat dari sekadar media komunikasi menjadi sarana untuk melakukan kegiatan komersial seperti informasi, penjualan dan pembelian produk. Keberadaannya menjadi sebuah intangible asset sebagaimana layaknya sebuah intelectual property.
Perkembangan jasa internet menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak negatifnya adalah timbulnya apa yang disebut cybercrime (kejahatan
cyber). Kejahatan cyber bukanlah kejahatan sederhana karena tidak menggunakan sarana konvensional, tetapi menggunakan komputer dan internet. Kejahatan cyber yang bisa terjadi antara lain penipuan cyber (cyber fraud), perusakan jaringan cyber (hacking), dan pengerangan melalui virus (virus attack). (http.//www.kompas.com)
Untuk Indonesia dampak negatif ini tidak saja sebatas diketahui, tetapi dalam praktik sudah banyak terjadi. Kasus tertangkapnya seorang WNI di Singapura dengan tuduhan bahwa ia telah melakukan kejahatan hacking yang melanggar cyberlaw di Singapura. Kemudian pihak kepolisian Singapura menyatakan bahwa hacker Indonesia yang tertangkap akan dijerat dengan Undang-Undang Penyalahgunaan Komputer (Computer Misuse Act) yang dalam hal ini dapat disebut juga sebagai Cyberlaw di Singapura. Hacker yang ditangkap tersebut adalah bocah berusia 15 tahun dari Malang dan datang ke Singapura pada 28/5/2000 dengan tujuan melakukan kunjungan biasa bersama keluarga. Setelah tertangkap, Senin (16/2/2000), sang hacker langsung dikenai tahanan negeri, alias tidak diperkenankan untuk keluar dari Singapura. Sebagai jaminan adalah dua orang warga negara Singapura teman sang hacker. Hacker tersebut melakukan tindakan hacking berkaitan dengan aktivitasnya di IRC (Internet Relay Chat), sangat representatif dikemukakan dan akan sangat relevan dengan keinginan Indonesia untuk membentuk regulasi hukum di dunia cyberspace.
Aspek hukum yang berhubungan dengan internet dan teknologinya disebut dengan cyberlaw, yaitu ketentuan hukum yang mengatur tentang mekanisme dan sistem yang dapat melindungi, menjaga dan memberikan keamanan kepada setiap pihak yang menggunakan internet sebagai sarana transaksi atau menyampaikan informasi yang tergolong dapat mempengaruhi dan mendorong pihak untuk ikut atau membeli informasi yang disampaikan tersebut. sebagai sarana informasi yang skalanya global maka, pencurian, penipuan, perusakan informasi adalah perbuatan yang tergolong tindak pidana sehingga dapat dihukum dengan hukuman penjara. (Budi Agus Riswandi, 2003 : 121)
Dengan kejadian-kejadian itulah, maka kiranya hukum yang ada di Indonesia dapat mengikuti perkembangan tentang tindak kejahatan yang terbaru sehingga kejahatan yang menggunakan cyberspace dapat dipertanggungjawaban dengan hukum pidana Indonesia.
Dalam sistem hukum pidana Indonesia, asas pertanggungjawaban yang dipakai adalah pertanggungjawaban penyertaan. Artinya jika ada empat atau lima orang yang terlibat dalam suatu tindakan kriminal, entah dia sekedar membantu, sekedar memberikan fasilitas, dia harus dihukum. Termasuk pengusaha Warnet (Warung Internet), penyedia backbone, telkom. Karena pada prinsipnya jika tidak ada line jaringan telepon, tindakan kejahatan internet tidak mungkin terjadi. (Supriyadi, 2003 : 75)
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka mendorong penulis mengambil judul : “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA CYBERCRIME DALAM HUKUM PIDANA”.

B. Rumusan Masalah
Cybercrime merupakan tindak pidana yang serius, karena dapat merugikan berbagai pihak, mulai dari personal, kelompok, negara bahkan dunia, dan cybercrime ini menimbulkan kerugian yang sangat besar, sehingga perlu adanya peraturan perundang-undangan yang tersendiri.
Untuk itu perlu adanya upaya yang maksimal agar cybercrime dapat ditekan seminimal mungkin, maka perlu adanya peraturan perundang-undangan yang tegas yang mengatur secara khusus mengenai cybercrime, karena sampai saat ini masih belum ada peraturan perundang-undangan yang baku mengenai cybercrime dan bentuk pertanggungjawabannya secara nasional ataupun internasional. Kedua, dibentuk suatu badan khusus yang terdiri dari profesionalisme komputer baik programmer, analisis ataupun operator yang berfungsi sebagai pemantau, pencari dan penyidik terhadap cybercrime di dunia cyber.
Oleh karena itu, agar hal tersebut di atas dapat berjalan secara efektif dan optimal, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana modus operandi dari para hacker dan cracker dalam melakukan “cybercrime” ?
2. Apakah kasus-kasus cybercrime melalui cyberspace dapat dijaring oleh tindak pidana pada umumnya sebagaimana di atur dalam KUH Pidana ?
3. Bagaimana pertanggungjawaban pidana atas terjadinya cybercrime melalui cyberspace ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam latar belakang di atas penulis telah menyinggung bahwa penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan untuk mengungkap dan merumuskan permasalahan yang berkenaan dengan masalah cybercrime. Sedangkan untuk memperoleh data yang dapat dijadikan bahan dalam penyusunan skripsi ini, maka dilakukan penelitian. Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui modus operandi yang dilakukan para hacker dan cracker dalam melakukan “cybercrime”.
b. Untuk mengetahui apakah materi perundangan-perundangan pidana di Indonesia dapat digunakan apabila jenis kejahatan ini terjadi di Indonesia.
c. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana atas terjadinya cybercrime.
2. Kegunaan Penelitian
Di dalam pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat berguna :
a. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana khususnya cybercrime.
b. Untuk menunjukkan bahwa perlu adanya penanganan yang serius dari berbagai pihak terhadap masalah cybercrime khususnya di Indonesia.
c. Untuk memberi masukan kepada pembaca, aparat penegak hukum, pemerintah tentang hal-hal yang perlu dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana cybercrime.

D. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Bentuk karya tulis ini adalah Skripsi, yang merupakan jenis tugas akhir yang menekankan pada kemampuan penalaran, penguasaan wawasan serta kemampuan penguasaan teoritis. Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yakni, dilakukan dengan jalan meneliti serta menganalisis asas-asas, konsep-konsep, norma, fungsi dan tujuan hukum pidana, yang pada akhirnya bisa menjawab permasalahan tentang pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana cybercrime.

2. Teknik Pengumpulan Data
a. Jenis Sumber Data
Penelitian ini dititikberatkan pada studi kepustakaan, sehingga data sekunder atau bahan pustaka menjadi bahan hukum pokok yang dibahas. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini dengan berbagai jenis, yaitu :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni berupa peraturan perundang-undangan yang terdiri dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Hak Cipta No. 12 Tahun 1997.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang diperoleh dari kajian kepustakaan (library research), seperti Rancangan Undang-Undang, buku-buku literatur, artikel-artikel yang ada di media cetak maupun elektronik, pendapat para ahli hukum, hasil penelitian (hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum dan sebagainya.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia hukum, indeks kumulatif dan sebagainya. (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985 : 14)
b. Cara Mengumpulkan Data
Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam hal ini diperoleh dari dua cara, yaitu:
1. Observasi yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan media internet (cyberspace) guna mendapatkan data-data yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dibahas yaitu dengan menelusuri situs-situs di internet yang berisi tentang artikel-artikel, pendapat-pendapat para ahli hukum ada kaitannya dengan tindak pidana cybercrime.
2. Dokumentasi yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan dilakukan studi kepustakaan (library research) yakni mengumpulkan peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel-artikel ilmiah, jurnal-jurnal hukum, jurisprudensi, hasil-hasil penelitian sebelumnya, yang kesemuanya erat hubungannya dengan permasalahan dalam penelitian ini.
c. Alat Mengumpulkan Data
Sejalan dengan apa yang akan dibahas dalam penelitian mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana cybercrime, maka alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan cara observasi dan dokumentasi atau bahan pustaka.
Alat yang digunakan dalam mengumpulkan data dengan cara observasi yaitu dengan menggunakan layanan jasa internet untuk menelusuri situs-situs di internet untuk mendapatkan data-data berkaitan dengan cybercrime.
Bahan pustaka dimaksud terdiri dari bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana cybercrime. Demikian pula dikaji bahan hukum sekunder yang berupa karya para ahli termasuk hasil penelitian. Untuk melengkapi bahan hukum tersebut ditunjang pula dengan bahan hukum tertier seperti yang dijelaskan di atas.
Untuk mendapatkan hasil yang akurat maka dalam penggunaan alat-alat pengumpulan data di atas selalu diperhatikan sebagai acuan antara lain :
1. tipologi penelitian hukum normatif;
2. pendekatan yuridis normatif; dan
3. pokok permasalahan yang diteliti.
3. Teknik Analisa Data
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan teknik Analisis deskriptif, karena di dalam penelitian ini tidak didasarkan pada hipotesis tertentu untuk diuji kebenarannya, melainkan menganalisis pendapat dari pakar atau ahli dan pihak-pihak lain yang memiliki kompentensi dalam bidang cyberspace. Di samping akan menganalisis secara kongkrit dan akurat terhadap kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat, juga berdasarkan data yang valid. (Soekanto dan Sri Mamudji, 1995 : 26)

E. Sistematika Pembahasan
Pada pembahasan tugas akhir ini, penulis membagi dalam empat bab dengan maksud agar memiliki susunan yang sistematis sehingga dapat memudahkan untuk mengetahui dan memahami hubungan antar bab yang satu dengan bab yang lain sebagai satu rangkaian yang konsisten dan tidak dapat dilakukan secara acak. Masing-masing akan digolongkan dalam sub bab.
Adapun sistematika tersebut adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan membahas tentang pendahuluan yang mendasar dan pengantar awal dari penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu dalam bab ini terdapat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dipaparkan pengertian perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, jenis-jenis tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana serta deskripsi tentang tindak pidana. Selain itu juga menjelaskan pengertian umum tentang komputer, macam-macam tindak pidana di bidang komputer dan cybercrime dalam perspektif hukum nasional dan internasional secara umum, untuk memudahkan pembahasan point-point yang nantinya muncul dalam bab berikutnya.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai terjadinya cybercrime melalui cyberspace dan kasus-kasus cybercrime secara global sebagai bahan acuan dari kasus-kasus cyberspace di Indonesia serta bagaimana modus operandi dari cybercrime itu sendiri. Dari munculnya berbagai kasus yang ada akan diketahui pihak yang bertanggungjawab terhadap tindak pidana cybercrime melalui cyberspace dan penerapan sanksi pidana apa yang sesuai terhadap pelaku (hacker) cybercrime.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab terakhir ini terdapat kesimpulan dari uraian pembahasan mengenai cybercrime melalui cyberspace, serta saran-saran yang berkaitan dengan penegakan dan penerapan sanksi hukum terhadap pelaku (hacker) cybercrime dari penulis yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada.

No comments:

Post a Comment