BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan
di hampir semua aspek kehidupan manusia. Agar dapat berperan dalam
persaingan global, maka sebagai suatu bangsa kita perlu mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan
kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan
secara terus-menerus, terencana, terarah, intensif, efektif, dan efisien dalam
proses pembangunan, kalau tidak ingin kalah bersaing dengan bangsa lain
dalam menjalani era globalisasi ini.
Dari berbagai analisis dan pengamatan yang dilakukan Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas), sedikitnya ada 3 (tiga) faktor yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan dasar.1 Mutu pendidikan sangat
terkait dengan dimensi pendidikan yang lain sehingga peningkatan mutu
pendidikan harus mencakup seluruh komponen pendidikan. Ketiga faktor
tersebut yaitu: Pertama, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan
secara birokratik-sentralistik, di mana pusat sangat dominan dalam
pengambilan kebijakan, sedangkan daerah dan sekolah lebih banyak berfungsi
sebagai pelaksana kebijakan pusat.
Kedua, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini masih minim. Selama ini peran serta
masyarakat dalam bentuk dana, namun kurang pada proses pendidikan, seperti
pengambilan keputusan, monitoring, dan evaluasi terhadap keberhasilan dan
ketidakberhasilan pendidikan di sekolah.
Ketiga, kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang menggunakan
pendekatan input-output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekwen.
Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan
guru, pengadaan buku, dan perbaikan sarana prasarana pendidikan dipenuhi,
maka mutu pendidikan akan meningkat. Namun kenyataannya, hal ini
berdampak sangat kecil terhadap hasil pembelajaran di kelas.
Berdasarkan kebijakan tersebut di atas, tentu saja perlu dilakukan upayaupaya
perbaikan yang mendasar ditingkat perumusan kebijakan nasional, salah
satunya adalah dengan melakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan,
yaitu dari manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menuju manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). MPMBS merupakan strategi
untuk memperbaiki mutu pendidikan dengan mengalihkan kewenangan
pembuatan keputusan dari pusat ke masing-masing sekolah.
Secara konseptual MPMBS dapat didefinisikan sebagai proses manajemen
sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan yang
direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri oleh
sekolah dengan melibatkan semua elemen yang terkait dengan sekolah. Secara
kontekstual pada dasarnya MPMBS merupakan sebuah pemberian wewenang
kepada sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri atau sering disebut
dengan otonomi sekolah. MPMBS itu pada hakikatnya merupakan pemberian
otonomi kepada sekolah untuk secara aktif serta mandiri mengembangkan dan
melakukan berbagai program peningkatan mutu sesuai dengan kebutuhan
sekolah sendiri.
MPMBS sebagai desentralisasi otoritas pengambilan keputusan tingkat
sekolah, yang pada umumnya menyangkut 3 (tiga) hal yaitu, personal,
kurikulum, dan anggaran/dana. Dalam sistem MPMBS, otoritas dapat
ditransfer dari pemerintah pusat ke daerah, dari pemerintah daerah ke
pengawas sekolah, dari pengawas sekolah ke dewan sekolah atau komite
sekolah, dan dari dewan sekolah ke kepala sekolah, guru, administrasi,
konselor, pengembang kurikulum, dan orang tua siswa.
MPMBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isu
kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan
keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekwensi keputusan
yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami
benar pengertian MPMBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya,
dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid.
Pemberlakuan UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan PP No
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai Daerah
Otonom berpengaruh terhadap sektor pendidikan. Pemberlakuan otonomi
daerah meniscayakan otonomi di sektor pendidikan. Untuk menyelaraskan
otonomi daerah dengan otonomi di sektor pendidikan, pengelolaan pendidikan
diarahkan pada manajemen berbasis sekolah (MBS). Konsep kebijakan ini
dirumuskan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada warga sekolah (kepala sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Kebijakan ini diharapkan dapat diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia.
Di dalam implementasi MBS diperlukan kepemimpinan yang efektif.2
Kepemimpinan pendidikan yang diterapkan di sekolah sangat penting karena
merupakan motor penggerak bagi segenap sumber daya sekolah yang tersedia,
terutama guru dan karyawan sekolah. Peran ini memiliki sumbangan yang
cukup besar karena gaya kepemimpinan dapat berpengaruh terhadap suasana
atau iklim kerja di sekolah yang berpengaruh juga dalam pelaksanaan
MPMBS di sekolah, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan
sekolah sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan yang dimiliki oleh
pimpinan sekolah maupun lembaga pimpinan lain yang relevan.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) . Sekolah kejuruan yang mempunyai dua jurusan ini;
Administrasi Perkantoran (ADP) dan Akuntansi (Ak); secara
berkesinambungan terus-menerus berpacu dalam meningkatkan kualitas
pelayanan dan pelaksanaan pendidikan, sehingga saat ini telah menjadi salah
satu sekolah kejuruan favorit di wilayah kabupaten Malang.
Dari hasil studi observasi yang dilakukan pada saat studi pendahuluan
didapat data bahwa SMK Widya Dharma Turen telah menerapkan 4 (empat)
pilar MPMBS, yaitu pilar peningkatan mutu, pilar kemandirian, pilar
partisipasi masyarakat, dan pilar transparansi manajemen.3
Pilar pertama adalah mutu pendidikan yang meningkat terbukti dengan
nilai UAN yang selalu naik setiap tahunnya, proses belajar-mengajar yang
aktif, dinamis, dan lebih hidup. Hal ini nampak melalui berbagai prestasi yang
telah dicapai oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Widya Dharma Turen
baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Pilar kedua adalah pilar kemandirian ditandai dengan sekolah memiliki
kewenangan untuk melakukan menjadi sekolah yang mandiri. Dengan
kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan programprogram
yang tentu saja lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang
dimilikinya. Hal ini ditunjukkan dengan pengambilan keputusan yang
dilakukan sekolah untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya, karena pihak
sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
Pilar ketiga adalah pilar peran serta masyarakat (PSM) setelah adanya
MPMBS semakin meningkat, karena masyarakat merasa memiliki dan turut
bertanggung jawab langsung terhadap pendidikan di sekolah. Orang tua
peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan
keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan majlis sekolah merumuskan serta
mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas
sekolah. Masyarakat dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu
sekolah sebagai nara sumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran.
Pilar terakhir adalah pilar transparansi manajemen yaitu keterbukaan
dalam pengelolaan sekolah yang merupakan karakteristik sekolah yang
menerapkan MPMBS.
Dalam wacana demokrasi pendidikan, transparansi manajemen sekolah
merupakan karakteristik sekolah yang harus diwujudkan.
Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan,
perencanaan, pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang dan sebagainya, yang
selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
Dari beberapa fakta yang terjadi di lapangan, masih terjadi penyimpangan
peran yang diemban oleh komite sekolah sebagai pemberi masukan (advisor),
penyambung (mediator), pendorong (motivator) maupun pengawas
(controlling) terhadap kinerja sekolah dan peran kepala sekolah sebagai
pelaksana (eksekutif) pendidikan sekolah. Orientasi yang berkembang saat ini
oleh komite sekolah sebagai wujud masyarakat dan orang tua siswa seolaholah
menjadi wadah/sarana bagaimana memperoleh dana dari orang tua siswa
dan masyarakat. Hal itu tampak dalam penentuan besaran dana sumbangan
pendidikan (DSP) yang dapat ditarik sekolah dari orang tua. Bahkan, komite
sekolah seringkali hanya menjadi lembaga pelegitimasi Rancangan Anggaran
Belanja Sekolah (RAPBS) yang diusulkan kepala sekolah. Banyak sekolah
yang sudah menentukan besaran DSP tanpa mengadakan rapat terlebih dahulu
dengan orang tua siswa baru. Akibatnya, komite sekolah yang seharusnya
lebih berpihak kepada masyarakat, justru ikut ”memaksa” masyarakat untuk
menyetujui RAPBS.
Transparansi manajemen ini diperlukan karena sekolah adalah organisasi
pelayanan publik dalam bidang pendidikan yang diberi mandat oleh
masyarakat sehingga transparansi merupakan hak publik. Dan dalam proses
implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) yang diterapkan dalam
suatu lembaga pendidikan, pengembangan transparansi sangat diperlukan
untuk membangun keyakinan dan kepercayaan publik terhadap sekolah,
terutama peran kepala sekolah sebagai simbol kepemimpinan sekolah dan
fungsinya sebagai pelaksana pendidikan di sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk memperdalam
mengenai “Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Transparansi
Manajemen sebagai Pilar Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS) di SMK Widya Dharma Turen Kabupaten Malang”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peran kepala sekolah dalam implementasi
transparansi/keterbukaaan manajemen di SMK Widya Dharma Turen?
2. Upaya-upaya apa yang dilakukan dalam meningkatkan
transparansi/keterbukaan manajemen di SMK Widya Dharma Turen?
3. Hambatan-hambatan apa saja yang dialami dalam meningkatkan
transparansi/keterbukaan manajemen di SMK Widya Dharma Turen serta
bagaimana solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahannya, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan peran Kepala Sekolah dalam implementasi transparansi
MPMBS di SMK Widya Dharma Turen, yaitu sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan peran kepala sekolah dalam implementasi
transparansi/keterbukaan di SMK Widya Dharma Turen.
2. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan SMK Widya Dharma Turen
dalam meningkatkan transparansi/keterbukaan manajemen.
3. Mendeskripsikan hambatan-hambatan yang dialami SMK Widya Dharma
Turen dalam meningkatkan transparansi/keterbukaan manajemen beserta
cara mengatasinya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat menambah referensi ilmu
pendidikan dalam pemahaman konsep serta aspek-aspek yang berkaitan
9
dengan MPMBS. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan masukan dan pedoman bagi Kepala Sekolah
dalam menerapkan konsep MPMBS di sekolah.
2. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
a) Lembaga pendidikan, sebagai kontribusi pemikiran atas konsep
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) untuk
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang lebih baik.
b) Kepala SMK Widya Dharma, agar dapat menjadi bahan masukan dan
pedoman dalam menerapkan konsep MPMBS di sekolahnya.
c) Guru, dapat memperluas wawasan tentang MPMBS, khususnya
penerapan Proses Belajar-Mengajar (PBM) yang efektif.
d) Peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk
mengembangkan penelitian-penelitian sejenis pada sekolah lain.
e) Universitas Islam Negeri (UIN) Malang; khususnya Fakultas Tarbiyah;
sebagai wacana dalam pengelolaan manajemennya.
E. Ruang Lingkup
Untuk menghindari penyimpangan dalam pembahasan ini, maka perlu
ditentukan terlebih dahulu ruang lingkup pembahasannya. Hal ini dilakukan
untuk menghindari kekaburan obyek agar sesuai dengan arah dan tujuan
penelitian. Adapun ruang lingkup pembahasan tentang “Peran Kepala Sekolah
dalam Implementasi Transparansi Manajemen sebagai Pilar Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SMK Widya Dharma Turen
Kabupaten Malang” yang meliputi:
1. Peran kepala sekolah sebagai perencana, pelaksana, dan pengevaluasi
program dalam implementasi transparansi manajemen di SMK Widya
Dharma Turen.
2. Upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan transparansi
manajemen di SMK Widya Dharma Turen.
3. Faktor-faktor yang menghambat dalam peningkatan transparansi
manajemen di SMK Widya Dharma Turen dan cara mengatasinya.
F. Definisi Operasional
Dalam pembahasan skripsi ini agar lebih terfokus pada permasalahan yang
akan dibahas, sekaligus menghindari terjadinya persepsi lain mengenai istilahistilah
yang ada, maka perlu adanya penjelasan mengenai definisi istilah dan
batasan-batasannya
Adapun definisi dan batasan istilah yang berkaitan dengan judul dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Peran adalah tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh seorang kepala
sekolah dalam upaya pembinaan dan peningkatan kualitas SMK Widya
Dharma Turen untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
2. Kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar
mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
3. Implementasi yaitu penerapan/pelaksanaan suatu program agar dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi di sini adalah
pelaksanaan transparansi manajemen di SMK Widya Dharma Turen.
4. Transparansi manajemen yaitu keterbukaan dalam pengelolaan sekolah
yang merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan transparansi
manajemen. Keterbukaan/transparansi di sini adalah keterbukaan dalam
program sekolah (SMK Widya Dharma Turen) dan keuangan (penggunaan
uang dan sebagainya) yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait.
5. MPMBS adalah suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah dalam pegelolaan dan mendorong pengambilan
keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga
sekolah (guru, siswa, Kepala Sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan
masyarakat).
G. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan ini, maka sistematika pembahasannya adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Penulis membahas pokok-pokok pikiran untuk memberikan gambaran
terhadap inti pembahasan. Pokok pikiran tersebut masih bersifat global. Pada
bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
12
manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional dan
sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini memaparkan beberapa teori yang berhubungan dengan
pembahasan yaitu tinjauan tentang definisi MPMBS, tujuan MPMBS,
prinsip-prinsip MPMBS, karakteristik MPMBS, fungsi-fungsi yang
didesentralisasikan ke sekolah, transparansi manajemen, dan upaya-upaya
kepala sekolah dalam peningkatan transparansi manajemen.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini dibahas pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian,
sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data dan pengecekan
keabsahan data.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini menguraikan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dan
memaparkan dari hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi obyek penelitian
dan paparan hasil penelitian.
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini berisi tentang temuan hasil-temuan dari hasil penelitian dan
analisis hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dari pembahasan dan juga beberapa
saran atas konsep yang telah ditemukan pada pembahasan.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan
di hampir semua aspek kehidupan manusia. Agar dapat berperan dalam
persaingan global, maka sebagai suatu bangsa kita perlu mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan
kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan
secara terus-menerus, terencana, terarah, intensif, efektif, dan efisien dalam
proses pembangunan, kalau tidak ingin kalah bersaing dengan bangsa lain
dalam menjalani era globalisasi ini.
Dari berbagai analisis dan pengamatan yang dilakukan Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas), sedikitnya ada 3 (tiga) faktor yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan dasar.1 Mutu pendidikan sangat
terkait dengan dimensi pendidikan yang lain sehingga peningkatan mutu
pendidikan harus mencakup seluruh komponen pendidikan. Ketiga faktor
tersebut yaitu: Pertama, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan
secara birokratik-sentralistik, di mana pusat sangat dominan dalam
pengambilan kebijakan, sedangkan daerah dan sekolah lebih banyak berfungsi
sebagai pelaksana kebijakan pusat.
Kedua, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini masih minim. Selama ini peran serta
masyarakat dalam bentuk dana, namun kurang pada proses pendidikan, seperti
pengambilan keputusan, monitoring, dan evaluasi terhadap keberhasilan dan
ketidakberhasilan pendidikan di sekolah.
Ketiga, kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang menggunakan
pendekatan input-output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekwen.
Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan
guru, pengadaan buku, dan perbaikan sarana prasarana pendidikan dipenuhi,
maka mutu pendidikan akan meningkat. Namun kenyataannya, hal ini
berdampak sangat kecil terhadap hasil pembelajaran di kelas.
Berdasarkan kebijakan tersebut di atas, tentu saja perlu dilakukan upayaupaya
perbaikan yang mendasar ditingkat perumusan kebijakan nasional, salah
satunya adalah dengan melakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan,
yaitu dari manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menuju manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). MPMBS merupakan strategi
untuk memperbaiki mutu pendidikan dengan mengalihkan kewenangan
pembuatan keputusan dari pusat ke masing-masing sekolah.
Secara konseptual MPMBS dapat didefinisikan sebagai proses manajemen
sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan yang
direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri oleh
sekolah dengan melibatkan semua elemen yang terkait dengan sekolah. Secara
kontekstual pada dasarnya MPMBS merupakan sebuah pemberian wewenang
kepada sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri atau sering disebut
dengan otonomi sekolah. MPMBS itu pada hakikatnya merupakan pemberian
otonomi kepada sekolah untuk secara aktif serta mandiri mengembangkan dan
melakukan berbagai program peningkatan mutu sesuai dengan kebutuhan
sekolah sendiri.
MPMBS sebagai desentralisasi otoritas pengambilan keputusan tingkat
sekolah, yang pada umumnya menyangkut 3 (tiga) hal yaitu, personal,
kurikulum, dan anggaran/dana. Dalam sistem MPMBS, otoritas dapat
ditransfer dari pemerintah pusat ke daerah, dari pemerintah daerah ke
pengawas sekolah, dari pengawas sekolah ke dewan sekolah atau komite
sekolah, dan dari dewan sekolah ke kepala sekolah, guru, administrasi,
konselor, pengembang kurikulum, dan orang tua siswa.
MPMBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isu
kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan
keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekwensi keputusan
yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami
benar pengertian MPMBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya,
dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid.
Pemberlakuan UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan PP No
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai Daerah
Otonom berpengaruh terhadap sektor pendidikan. Pemberlakuan otonomi
daerah meniscayakan otonomi di sektor pendidikan. Untuk menyelaraskan
otonomi daerah dengan otonomi di sektor pendidikan, pengelolaan pendidikan
diarahkan pada manajemen berbasis sekolah (MBS). Konsep kebijakan ini
dirumuskan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada warga sekolah (kepala sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Kebijakan ini diharapkan dapat diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia.
Di dalam implementasi MBS diperlukan kepemimpinan yang efektif.2
Kepemimpinan pendidikan yang diterapkan di sekolah sangat penting karena
merupakan motor penggerak bagi segenap sumber daya sekolah yang tersedia,
terutama guru dan karyawan sekolah. Peran ini memiliki sumbangan yang
cukup besar karena gaya kepemimpinan dapat berpengaruh terhadap suasana
atau iklim kerja di sekolah yang berpengaruh juga dalam pelaksanaan
MPMBS di sekolah, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan
sekolah sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan yang dimiliki oleh
pimpinan sekolah maupun lembaga pimpinan lain yang relevan.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) . Sekolah kejuruan yang mempunyai dua jurusan ini;
Administrasi Perkantoran (ADP) dan Akuntansi (Ak); secara
berkesinambungan terus-menerus berpacu dalam meningkatkan kualitas
pelayanan dan pelaksanaan pendidikan, sehingga saat ini telah menjadi salah
satu sekolah kejuruan favorit di wilayah kabupaten Malang.
Dari hasil studi observasi yang dilakukan pada saat studi pendahuluan
didapat data bahwa SMK Widya Dharma Turen telah menerapkan 4 (empat)
pilar MPMBS, yaitu pilar peningkatan mutu, pilar kemandirian, pilar
partisipasi masyarakat, dan pilar transparansi manajemen.3
Pilar pertama adalah mutu pendidikan yang meningkat terbukti dengan
nilai UAN yang selalu naik setiap tahunnya, proses belajar-mengajar yang
aktif, dinamis, dan lebih hidup. Hal ini nampak melalui berbagai prestasi yang
telah dicapai oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Widya Dharma Turen
baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Pilar kedua adalah pilar kemandirian ditandai dengan sekolah memiliki
kewenangan untuk melakukan menjadi sekolah yang mandiri. Dengan
kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan programprogram
yang tentu saja lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang
dimilikinya. Hal ini ditunjukkan dengan pengambilan keputusan yang
dilakukan sekolah untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya, karena pihak
sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
Pilar ketiga adalah pilar peran serta masyarakat (PSM) setelah adanya
MPMBS semakin meningkat, karena masyarakat merasa memiliki dan turut
bertanggung jawab langsung terhadap pendidikan di sekolah. Orang tua
peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan
keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan majlis sekolah merumuskan serta
mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas
sekolah. Masyarakat dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu
sekolah sebagai nara sumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran.
Pilar terakhir adalah pilar transparansi manajemen yaitu keterbukaan
dalam pengelolaan sekolah yang merupakan karakteristik sekolah yang
menerapkan MPMBS.
Dalam wacana demokrasi pendidikan, transparansi manajemen sekolah
merupakan karakteristik sekolah yang harus diwujudkan.
Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan,
perencanaan, pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang dan sebagainya, yang
selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
Dari beberapa fakta yang terjadi di lapangan, masih terjadi penyimpangan
peran yang diemban oleh komite sekolah sebagai pemberi masukan (advisor),
penyambung (mediator), pendorong (motivator) maupun pengawas
(controlling) terhadap kinerja sekolah dan peran kepala sekolah sebagai
pelaksana (eksekutif) pendidikan sekolah. Orientasi yang berkembang saat ini
oleh komite sekolah sebagai wujud masyarakat dan orang tua siswa seolaholah
menjadi wadah/sarana bagaimana memperoleh dana dari orang tua siswa
dan masyarakat. Hal itu tampak dalam penentuan besaran dana sumbangan
pendidikan (DSP) yang dapat ditarik sekolah dari orang tua. Bahkan, komite
sekolah seringkali hanya menjadi lembaga pelegitimasi Rancangan Anggaran
Belanja Sekolah (RAPBS) yang diusulkan kepala sekolah. Banyak sekolah
yang sudah menentukan besaran DSP tanpa mengadakan rapat terlebih dahulu
dengan orang tua siswa baru. Akibatnya, komite sekolah yang seharusnya
lebih berpihak kepada masyarakat, justru ikut ”memaksa” masyarakat untuk
menyetujui RAPBS.
Transparansi manajemen ini diperlukan karena sekolah adalah organisasi
pelayanan publik dalam bidang pendidikan yang diberi mandat oleh
masyarakat sehingga transparansi merupakan hak publik. Dan dalam proses
implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) yang diterapkan dalam
suatu lembaga pendidikan, pengembangan transparansi sangat diperlukan
untuk membangun keyakinan dan kepercayaan publik terhadap sekolah,
terutama peran kepala sekolah sebagai simbol kepemimpinan sekolah dan
fungsinya sebagai pelaksana pendidikan di sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk memperdalam
mengenai “Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Transparansi
Manajemen sebagai Pilar Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS) di SMK Widya Dharma Turen Kabupaten Malang”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peran kepala sekolah dalam implementasi
transparansi/keterbukaaan manajemen di SMK Widya Dharma Turen?
2. Upaya-upaya apa yang dilakukan dalam meningkatkan
transparansi/keterbukaan manajemen di SMK Widya Dharma Turen?
3. Hambatan-hambatan apa saja yang dialami dalam meningkatkan
transparansi/keterbukaan manajemen di SMK Widya Dharma Turen serta
bagaimana solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahannya, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan peran Kepala Sekolah dalam implementasi transparansi
MPMBS di SMK Widya Dharma Turen, yaitu sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan peran kepala sekolah dalam implementasi
transparansi/keterbukaan di SMK Widya Dharma Turen.
2. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan SMK Widya Dharma Turen
dalam meningkatkan transparansi/keterbukaan manajemen.
3. Mendeskripsikan hambatan-hambatan yang dialami SMK Widya Dharma
Turen dalam meningkatkan transparansi/keterbukaan manajemen beserta
cara mengatasinya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat menambah referensi ilmu
pendidikan dalam pemahaman konsep serta aspek-aspek yang berkaitan
9
dengan MPMBS. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan masukan dan pedoman bagi Kepala Sekolah
dalam menerapkan konsep MPMBS di sekolah.
2. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
a) Lembaga pendidikan, sebagai kontribusi pemikiran atas konsep
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) untuk
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang lebih baik.
b) Kepala SMK Widya Dharma, agar dapat menjadi bahan masukan dan
pedoman dalam menerapkan konsep MPMBS di sekolahnya.
c) Guru, dapat memperluas wawasan tentang MPMBS, khususnya
penerapan Proses Belajar-Mengajar (PBM) yang efektif.
d) Peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk
mengembangkan penelitian-penelitian sejenis pada sekolah lain.
e) Universitas Islam Negeri (UIN) Malang; khususnya Fakultas Tarbiyah;
sebagai wacana dalam pengelolaan manajemennya.
E. Ruang Lingkup
Untuk menghindari penyimpangan dalam pembahasan ini, maka perlu
ditentukan terlebih dahulu ruang lingkup pembahasannya. Hal ini dilakukan
untuk menghindari kekaburan obyek agar sesuai dengan arah dan tujuan
penelitian. Adapun ruang lingkup pembahasan tentang “Peran Kepala Sekolah
dalam Implementasi Transparansi Manajemen sebagai Pilar Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SMK Widya Dharma Turen
Kabupaten Malang” yang meliputi:
1. Peran kepala sekolah sebagai perencana, pelaksana, dan pengevaluasi
program dalam implementasi transparansi manajemen di SMK Widya
Dharma Turen.
2. Upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan transparansi
manajemen di SMK Widya Dharma Turen.
3. Faktor-faktor yang menghambat dalam peningkatan transparansi
manajemen di SMK Widya Dharma Turen dan cara mengatasinya.
F. Definisi Operasional
Dalam pembahasan skripsi ini agar lebih terfokus pada permasalahan yang
akan dibahas, sekaligus menghindari terjadinya persepsi lain mengenai istilahistilah
yang ada, maka perlu adanya penjelasan mengenai definisi istilah dan
batasan-batasannya
Adapun definisi dan batasan istilah yang berkaitan dengan judul dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Peran adalah tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh seorang kepala
sekolah dalam upaya pembinaan dan peningkatan kualitas SMK Widya
Dharma Turen untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
2. Kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar
mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
3. Implementasi yaitu penerapan/pelaksanaan suatu program agar dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi di sini adalah
pelaksanaan transparansi manajemen di SMK Widya Dharma Turen.
4. Transparansi manajemen yaitu keterbukaan dalam pengelolaan sekolah
yang merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan transparansi
manajemen. Keterbukaan/transparansi di sini adalah keterbukaan dalam
program sekolah (SMK Widya Dharma Turen) dan keuangan (penggunaan
uang dan sebagainya) yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait.
5. MPMBS adalah suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah dalam pegelolaan dan mendorong pengambilan
keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga
sekolah (guru, siswa, Kepala Sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan
masyarakat).
G. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan ini, maka sistematika pembahasannya adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Penulis membahas pokok-pokok pikiran untuk memberikan gambaran
terhadap inti pembahasan. Pokok pikiran tersebut masih bersifat global. Pada
bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
12
manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional dan
sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini memaparkan beberapa teori yang berhubungan dengan
pembahasan yaitu tinjauan tentang definisi MPMBS, tujuan MPMBS,
prinsip-prinsip MPMBS, karakteristik MPMBS, fungsi-fungsi yang
didesentralisasikan ke sekolah, transparansi manajemen, dan upaya-upaya
kepala sekolah dalam peningkatan transparansi manajemen.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini dibahas pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian,
sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data dan pengecekan
keabsahan data.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini menguraikan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dan
memaparkan dari hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi obyek penelitian
dan paparan hasil penelitian.
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini berisi tentang temuan hasil-temuan dari hasil penelitian dan
analisis hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dari pembahasan dan juga beberapa
saran atas konsep yang telah ditemukan pada pembahasan.
No comments:
Post a Comment