Terima Kasih Atas Kunjungan Anda di Blog Kami

Wednesday, 2 May 2012

Modul Pelatihan Pembuatan PTK


 


MODUL PELATIHAN


PENELITIAN TINDAKAN KELAS(PTK)
KABUPATEN BANJARNEGARA
Banjarnegara, 28 Maret 2010












Oleh :
Saminanto, S.Pd, M.Sc



DISELENGGARAKAN OLEH JALIPOST
 TAHUN 2010
 




PENELITIAN TINDAKAN KELAS(PTK)
Oleh:
Saminanto, S.Pd., M.Sc.

A.    KONSEP DASAR PTK

1.      Pendahuluan
Munculnya PTK dilatarbelakangi oleh banyaknya penelitian pendidikan yang dilakukan oleh para peneliti yang tidak berhubungan langsung dengan subyek penelitian. Hasilnya berdampak pada kebijakan yang kebanyakan berlaku umum, namun acapkali tidak secara langsung sesuai dengan kebutuhan pada setiap interaksi pembelajar-pemelajar yang sifatnya khas dan setempat. Disamping itu hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada umumnya tidak langsung diterapkan di lapangan.
Bertolak dari hal-hal tersebut maka muncul pemikiran mengapa penelitian tidak langsung saja dilakukan oleh guru sebagai pengajar yang mengetahui dengan pasti kebutuhan pemelajar yang sangat dikenalnya. Dengan demikian hasil penelitian dapat diterapkan langsung dan cocok dengan situasi dan kondisi setempat.
Penelitian tindakan kelas atau penelitian kaji tindak merupakan bagian dari penelitian kelas yang dilakukan oleh guru/ pengajar. Sebagai penelitian guru/ pengajar, jenis penelitian ini bertujuan menemukan solusi permasalahan proses belajar mengajar, di antaranya untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa, inovasi proses belajar mengajar, dan mengembangkan pemahaman serta keahlian melaksanakan proses belajar mengajar.
Sebagai suatu penelitian kelas, PTK dapat menjelaskan hasil assessment, menggambarkan setting kelas secara periodik, dan mengenali adanya kesulitan dalam proses belajar mengajar ; baik dari segi guru/pengajar, siswa/mahasiswa, maupun interaksi komponen-komponen pembelajaran (bahan ajar, media, pendekatan, metode, strategi).

2.      Konsep Dasar Penelitian Tindakan
   Penelitian pendidikan pada umumnya kurang menarik bila dibandingkan dengan penelitian bidang ilmu, karena penelitian bidang ilmu hasilnya dapat terlihat  langsung untuk digunakan. Hasil penelitian pendidikan tidak dapat dinikmati secara langsung, menginat pembentukan pengetahuan sosial perlu waktu lebih panjang. Selain hal itu pembelajar sebagai subjek penelitian sangat bervariasi dan pemahamannya bersifat subjektif serta spesifik. Pembentukan kepercayaan pribadi juga memerlukan waktu yang tidak sedikit Bertolak dari pendapat tersebut, maka penelitian pendidikan menekankan perlunya :
  1. kejelasan hakekat yang diteliti
  2. disadari sebagai penelitian sosial yang bersifat kumulatif dalam pembentukan pengetahuan (body of knowledge)
  3. menggunakan bahasa yang dapat menjembatani pihak peneliti dan pengguna (guru).
Masalah filosofis utama penelitian pendidikan meliputi arti yang dinyatakan, kebenaran yang dituntut, verifikasi dari kesimpulan yang dicapai, konseptualisasi masalah dan pemecahannya, keobjektifan inkuiri yang ditempuh, kemampuan mengenal realita.
Penelitian pendidikan dianggap penting terutama peranannya dalam perbaikan praktek pendidikan. Beberapa manfaat penelitian pendidikan di antaranya :
  1. Pendidik perlu secara terus menerus mencoba memahami proses pendidikan dan harus membuat keputusan professional
  2. Kebijakan kelompok non-pendidikan, seperti negara, dinas, pengadilan; mandatnya makin meningkat untuk mengubah pendidikan.
  3. Perhatian dan upaya publik, professional, kelompok-kelompok swasta, dalam meningkatkan kegiatan penelitian mereka.
  4. Review penelitian sebelumnya diinterpretasikan sebagai pengumpulan bukti empiris.
  5. Penelitian pendidikan diperlukan secara langsung atau segera.
  6. Banyak pendidik yang bukan sepenuhnya peneliti, membaca hasil penelitian lalu melakukan studi.
  7. Penelitian membarikan informasi yang valid dan reliable untuk pengambilan keputusan dalam praktek dan kebijakan pendidikan.

Adapaun berbagai konsep tentang penelitian tindakan dapat diuraikan berikut ini:
a.      Penelitian Tindakan Partisipatori (Partisipatory Action Research)
Biasanya dilakukan sebagai strategi transformasi sosial yang menekankan pada keterlibatan masyarakat, rasa ikut memiliki program, dan analisis problem sosial berbasis masyarakat.
Di sini suatu rekayasa untuk perubahan sosial direncanakan, kemudian dilakukan, diamati dan dievaluasi/ dilakuakan refleksi setelah berjalan selama jangka waktu tertentu.


b.      Penelitian Tindakan Kritis (Critical Action Research)
Biasanya dilakukan oleh kelompok yang secara kolektif mengkritisi masalah praktis, dengan penekanan pada komitmen untuk bertindak menyempurnakan situasi, missal hal-hal yang terkait dengan ketimpangan jender atau ras.
Kelompok peneliti masuk dan bergabung dengan kelompok sasaran, untuk mngetahui lebih dalam berbagai hal yang menjadi focus riset aksi, sambil melakukan tindakan yang telah direncanakan bersama kelompok sasaran.
c.       Penelitian TIndakan Institusional (Instututional Action Research)
Biasanya dilaksanakan oleh pihak menejemen atau organisasi untuk meningkatkan kinerja, proses dan produktivitas dalam suatu lembaga. Intinya juga tindakan yang berupaya memecahkan masalah-masalah organisasi atau menejemen melalui pertukaran pengalaman secara kritis.
Riset aksi dilakukan bersama konsultan yang memiliki keahlian di dalam melakukan tindakan perubahan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi atau menejemen.
d.      Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
Biasanya dilakukan oleh guru di kelas atau sekolah tempat ia mengajar, dengan penekanan padfa penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pengajaran.
Guru merencanakan perubahan yang akan dilakukan bersama dengan para siswa bersama observer lainnya (jika ada) sambil melakukan observasi, dan proses mengajar berlangsung sesuai dengan jadwal belajar seperti biasanya.

Aktivitas ini dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dengan berbagai cara, antara lain dengan penyediaan sarana/prasarana belajar, peningkatan kualitas guru, penambahan alokasi biaya, pengembangan pengetahuan dan ketrampilan pembelajaran untuk para guru, pengembangan ilmu melalui penelitian maupun berbagai kegiatan lainnya.
Pendidik waktu melaksanakan tugas sebagai guru dihadapkan pada tugas mengambil keputusan tentang bagaimana merencanakan pembelajaran, membimbung siswa, mengelola kelas, mengevaluasi dan berbagai banyak tugas lagi. Sebagai pendidik, guru dutuntut untuk mengembangkan diri baik untuk diri sendiri maupun untuk pengembangan dan kepentingan peserta didik dengan berbagai cara. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk pengembangan pengetahuan atau penyelesaian masalah pendidikan adalah dengan mengadakan penelitian khusus tentang pendidikan, atau penelitian mengenai berbagai kasus di kelas.
Pada kenyataannya masalah-masalah pendidikan saling berkaitan satu sama lainnya, misalnya: masalah kualitas pendidikan, kurangnya sarana/prasarana, kedisiplinan dan sebagainya. Kenyataan kegiatan yang dilakukan oleh para guru/dosen dalam proses belajar mengajar sering kali mendapatkan banyak kendala yang ditimbulkan dari para peserta didik, misalnya kurangnya kemampuan dalam hal bertanya, media elektronik sederhana, kelas yang pasif, menyelesaikan tugas tepat waktu dan lain-lain.
Kendala tersebut seharusnya dipandang sebagai hasil interaksi antara guru dan siswa. Dari kondisi ini para guru seharusnya perlu melakukan suatu refleksi terhadap semua tindakan dalam rangka proses pembelajaran yang telah dilakukan.Untuk selanjutnya guru dapat mengidentifikasi berbagai masalah yang berkaitan dengan dirinya sendiri dikelas, sehingga akhirnya dari berbagai identifikasi masalah tersebut guru dapat memfokuskan pada masalah masalah actual yang perlu dicari pemecahannya dan yang mampu dalam jangkauan guru itu sendiri.
Selanjutnya dalam menangani persoalan persoalan dikelas guru dapat bekerjasama dengan teman sejawat/sesama guru (berkolaborasi) sehingga kegiatan yang dilakukan dalam menangani masalah dikelas akan lebih baik dan terjadi penularan (transfer of learning) pengetahuan.
Pemecahan pemecahan masalah diatas antara lain melalui tindakan kelas ataupun tindakan kelas kolaborasi. Hal ini juga sejalan dengan era globalisasi dimana para guru tidak lagi hanya dianggap sebagai penerima pembaharuan, akan tetapi mereka ikut bertanggung jawab dalam pengembangan proses pembelajarannya sendiri dengan beberapa cara antara lain: mengadakan penelitian tindakan kelas (classroom action research).
Penelitian tindakan kelas saat ini berkembang dengan pesat dinegara -negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia dan Kanada. Jenis penelitian ini dapat menawarkan pendekatan dan prosedur baru yang lebih berdampak langsung dalam bentuk perbaikan dan peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola proses belajar mengajar di kelas atau mengimplementasikan berbagai program di sekolahnya dengan mengkaji berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. Dengan demikian melalui penelitian tindakan kelas, guru/pendidik langsung memperoleh “teori” yang dibangunnya sendiri, bukan diberikan olah pihak lain, maka guru dapat menjadi “The Theorizing Practitioner”.

3.      Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
PTK terutama ditujukan untuk perbaikan proses belajar mengajar. Penelitian ini dilakukan oleh guru dan diaplikasikan langsung di dalam kelas. Selanjutnya penelitian ini dapat memecahkan masalah dalam proses dan hasil belajar, sehingga merupakan solusi langsung atau cepat /segera atas pemasalahan proses belajar mengajar (Kemmis dan Taggart, 1990). Jadi secara khusus tujuan utama PTK adalah memperbaiki praktek pendidikan dan bukan menghasilkan ilmu baru ( Elliott, 1991).
Mengingat pentingnya PTK seperti dipaparkan di atas, maka karakteristik PTK ialah:
  1. On the job problem oriented (masalah yang diteliti adalah masalah yang riil yang muncul dari dunia kerja peneliti/ yang ada dalam kewenangan/ tanggung jawab peneliti). Ini berarti masalah yang diteliti adalah masalah-masalah yang riil/nyata yang dihadapi sehari-hari. Kalau peneliti adalah seorang guru, maka masalah-masalah yang diteliti adalah masalah kelas/sekolah yang merupakan tanggung jawab utamanya. Sebagai contoh, classroom-based action research adalah jenis riset oleh guru yang berfokus pada masalah-masalah yang ada di kelas/sekolah. Ciri classroom-based action research ini diwarnai oleh pendekatan interpretivisme, yaitu orang paling tahu masalah-masalah kelas adalah guru itu sendiri, bukan orang lain (outsiders).
  2. Problem solving oriented (berorientasi pada pemecahan masalah). Penelitian-penelitian yang hanya menghasilkan pengertian/pemahaman seperti pada riset empirisme dan interpretivisme dianggap tidak bermanfaat (meaningful), karena tidak memecahkan masalah.
  3. Improvement Oriented (berorientasi pada peningkatan kualitas). Action Research menegaskan pentingnya masing-masing komponen dari suatu sistem organisasi itu berkembang (berubah lebih baik). Kalau sistem itu sekolah, maka komponen-komponen sekolah itu (guru, siswa, kepala sekolah, lingkungan kelas/sekolah) harus berkembang lebih baik. Konsep ini diwarnai oleh prinsip riset kritikal: penelitian harus menghasilkan produk perubahan (product oriented).
  4. Multiple data collection (berbagai cara koleksi data dipergunakan). Untuk memenuhi prinsip critical approaches (kebenaran itu subyektif/problematik) berbagai cara pengumpulan data umumnya digunakan seperti: (a) observasi, (b) tes, (c) wawancara, (d) questionaires dan sebagainya. Semua cara ini difokuskan untuk mendapatkan validasi hasil riset, mengingat kebenaran (realitas) itu di samping subyektif juga problematik. Dengan penerapan semua cara kolektif data tersebut, apa yang sebenarnya disebut kebenaran/realita dapat lebih diungkap.
  5. Cyclic (siklis) konsep tindakan (action) pada dasarnya diterapkan melalui urutan-urutan planning, observing, action dan reflecting secara siklus yang pada hakekatnya menggambarkan pemikiran kritis dan reflektif (critical/reflective thinking) terhadap efektivitas kepemimpinan atas tindakan. Dampak suatu tindakan tersebut selalu diikuti secara kritis dan reflektif.
  6. Participatory (collaborative). Peneliti bekerjasama dengan orang lain (ahli) melakukan setiap langkah penelitian action research, seperti: planning, observing, thinking action dan reflecting. Ciri ini dipengaruhi oleh prinsip cricalisme, yaitu kebenaran/realita itu problematik sehingga pendekatan terhadap masalah harus participatory untuk meningkatkan pengamatan.

4.      Prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas
Menurut Hopkins (1993) ada 6 prinsip penelitian tindakan kelas, yaitu:
a.       Pekerjaan utama seorang guru adalah mengajar, sehingga dalam melakukan penelitian tindakan kelas seyogyanya tidak berpengaruh pada komitmennya sebagai pengajar. Ada tiga kunci utama yang harus diperhatikan, yaitu: Pertama, guru harus menggunakan berbagai pertimbangan serta tanggung jawab profesionalnya dalam menemukan jalan keluar jika pada awal penelititan didapatkan hasil yang kurang dikehendaki. Kedua, interaksi siklus yang terjadi harus mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan. Ketiga, acuan pelaksanaan tiap siklus harus berdasarkan pada tahap perancangan bukan pada kejenuhan informasi.
b.      Metode pengumpulan data yang dipergunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga tidak berpeluang mengganggu proses pembelajaran. Dengan kata lain, sejauh mungkin harus menggunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh.
c.       Metode yang digunakan harus bersifat reliable sehingga guru dapat mengidentifikasikan serta merumuskan hipotesis dengan penuh keyakinan. Pada dasarnya, penelitian ini memperbolehkan ”kelonggaran-kelonggaran” namun penerapan asas-asas dasar telaah taat kaidah tetap harus diperhatikan.
d.      Masalah penelitian diusahakan berupa masalah yang tidak bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, hal ini bertujuan agar guru tersebut memiliki komitmen terhadap pengentasannya.
e.       Dalam penyelenggaraan penelitian tindakan kelas, guru harus bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Prakarsa penelitian harus diketahui oleh pimpinan lembaga, disosialisasikan kepada rekan-rekan serta dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah kajian ilmiah.
f.       Menggunakan tindakan perspektiv kelas. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan penelitian sejauh mungkin harus menggunakan tindakan perspektiv kelas dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan atau pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

5.      Tujuan dan manfaat  
a.       Tujuan penelitian tindakan
Tujuan penelitian tindakan kelas, antara lain:
1)      Untuk perbaikan dan atau peningkatan praktek pembelajaran
2)      Peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran.

Pendapat dari Mc Niff (1992) menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk perbaikan; yang harus dimaknai dalam konteks proses belajar khususnya, implementasi program sekolah umumnya; dengan sudut tinjauan yang lebih dititikberatkan pada sisi pengembangan staff, Borg (1986) menyebutkan secara eksplisit bahwa tujuan utama ialah pengembangan ketrampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang dihadapi di kelasnya.
b.      Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Dengan tertumbuhkannya budaya meneliti yang merupakan dampak dari pelaksanaan tindakan secara berkesinambungan, maka manfaat yang dapat diperoleh secara keseluruhan yaitu label inovasi pendidikan karena para guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara semakin mandiri. Sikap mandiri akan memicu lahirnya ”percaya diri” untuk mencoba hal-hal yang baru yang diduga dapat menuju perbaikan sistem pembelajaran. Sikap ingin selalu mencoba akan memicu peningkatan kinerja dan profesionalisme seorang guru secara berkesinambungan.


B.     PROSEDUR PTK

1.      Pendahuuan

Secara garis besar prosedur penelitian tindakan mencakup empat taraf : perencaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflekting) yang dapat digambarkan sebagai berikut (ahmad HP, 1999).
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
                                         










   


                

















 














2.      Perencanaan (Planning) Tindakan
a.       Identifikasi Masalah, merupakan tahap pertama dalam serangkaian penelitian. Oleh sebab itu identifikasi masalah merupakan tahap penting dalam pelaksanaan riset. Kualitas riset pun dapat ditentukan oleh kualitas masalah yang diteliti. Masalah yang asal-asalan dapat menyebabkan pemborosan energi sebab riset tidak membawa temuan yang bermanfaat. Tidak semua masalah pendidikan dapat didekati dengan classroom action research (CAR). Untuk itu beberapa langkah berikut dapat diikuti dengan seksama sebagai cara untuk menemukan masalah dapat diketahui dengan CAR. Identifikasi penyebab masalah, kemungkinan-kemungkinan penyebab munculnya masalah dapat dijabarkan melalui brainstorming, analisis penyebab munculnya masalah dapat dijelaskan dengan mudah. Dengan memahami berbagai kemungkinan penyebab masalah tersebut, misalnya: (a)  mengembangkan angket (b) mewawancarai siswa dan (c) melakukan observasi langsung di kelas.
b.      Formulasi Solusi dalam bentuk Hipotesis Tindakan
Kegiatan planning terdiri dari proses identifikasi dan identifikasi penyebab masalah. Hipotesis tindakan merupakan tindakan yang diduga akan dapat memecahkan masalah yang ingin diatasi dengan penyelenggaraan penelitian tindakan kelas. Untuk menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, guru dapat melakukan:
1)      Kajian teoritik di bidang pembelajaran
2)       Kajian hasil penelitian yang relevan
3)      Diskusi dengan rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti lain, dan sebagainya.
4)      Kajian pendapat dan saran pakar khususnya yang dituangkan dalam bentuk program.
5)      Merefleksikan pengalaman sendiri sebagai guru.

Dari hasil kajian tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan hipotesis tindakan adalah:
1)      Rumuskan alternatif tindakan perbaikan berdasarkan hasil kajian
2)      Setiap alternatif tindakan perbaikan perlu dikaji ulang dan dievaluasi dari segi relevansinya dengan tujuan, kelaikan teknis secara keterlaksanaannya.
3)      Pilih alternatif tindakan serta prosedur implementasi yang paling memberi peluang untuk mewujudkan hasil yang optimal.
4)      Analisis Kelaikan Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan harus dapat diuji secara empirik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelaikan hipotesis tindakan adalah:
1)      Implementasi akan berhasil apabila didukung oleh kemampuan dan komitmen guru.
2)      Kemampuan siswa balk dari segi fisik, psikologis, sosial budaya maupun etik.
3)      Fasilitas dan sarana pendukung
4)      Iklim belajar di kelas
5)      Dukungan pimpinan maupun rekan sejawat.
6)      Analisis Kelaikan Hipotesis Tindakan

Langkah-langkah persiapan dilakukan dengan memperhatikan hal berikut :
1)      Membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dan bentuk-bentuk kegiatan siswa
2)      Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang dioperlukan
3)      Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan
4)      Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlasksanaan rancangan tindakan

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas diawali dengan kesadaran adanya masalah yang dirasakan menganggu proses pembelajaran. Bertolak dari kesadaran adanya permasalahan, guru baik sendiri maupun dalam kolaborasi dengan teman sejawat yang menjadi mitranya kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam dengan data lapangan ataupun kajian pustaka yang relevan.

3.      Pelaksanaan Tindakan (Acting) dan observasi-Interpretasi
  1. Pelaksanaan Tindakan
Action tersebut dilaksanakan untuk memperbaiki masalah. Langkah-langkah praktis tindakan diuraikan. Apa yang pertama kali dilakukan? Bagaimana organisasi kelas? Siapa yang perlu menjadi kolaborator saya? Siapa yang mengambil data? Pada saat pelaskanaan ini, guru benar-benar harus terlebih dahulu memahami masing-masing siswa jangan sampai ada yang menjadi obyek tindakan. Membagi kelas menjadi kelompok kontrol dan treatment harus dihindarkan.
  1. Pengamatan/observasi (Observing) dan Interpretasi
Observing adalah kegiatan pengamatan untuk memotret sejauh mana efektivitas kepemimpinan atas tindakan telah mencapai sasaran. Efektivitas kepemimpinan atasan dari suatu intervensi terus dimonitor secara reflektif. Selain itu peneliti menguraikan jenis-jenis data yang dikumpulkan, cara pengumpulan data dan alat koleksi data (angket/wawancara/observasi dan lain-lain).
Observasi kelas akan memberi manfaat apabila pelaksanaannya diikuti Balkan (review discussion). Diskusi Bahkan akan bermanfaat jika:
1)      Diberikan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi
2)      Dilakukan dalam suasana yang mutually supportive dan non threatening
3)      Bertolak dari rekaman data
4)      Diinterpretasikan secara bersama-sama
5)      Pembahasannya mengacu pada penetapan sasaran serta pengembangan strategi perbaikan untuk menentukan rencana berikutnya.

4.      Analisis dan Refleksi (Reflecting)
Reflecting adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi yaitu siswa, suasana kelas dan guru. Pada tahap ini, guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa (why), bagaimana (how) dan sejauhmana (to what extenct) intervensi telah menghasilkan perubahan secara signifikan. Kolaborasi dengan rekan-rekan akan memainkan peran sentral peneliti untuk mengetahui sejauhmana action membawa perubahan, kekurangan dan kelebihan langkah-langkah



C.   CONTOH PROPOSAL:

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING DENGAN VIDEO COMPACT DISK  UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG
Oleh:
Saminanto, S.Pd., M.Sc

A.     LATAR BELAKANG
Berdasarkan informasi yang diperoleh melaui pertemuan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) bidang studi matematika SMP dan MTs. pada umumnya mereka mengeluhkan siswanya berada jauh pada kenyataan yang diharapkan. Lebih jauh berdiskusi dengan guru SMP dan MTs baik swasta dan negeri di Kota Semarang mengenai keadaan siswanya dalam belajar matematika, menyatakan bahwa minat/semangat siswa dalam melaksanakan tugas guru, daya tangkap siswa dalam menerima pelajaran, kemampuan siswa dalam menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata, kemampuan siswa dalam belajar mandiri, kemampuan siswa dalam menuliskan ide, kemampuan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri, keberanian siswa dalam menyajikan temuan, ketrampilan siswa menulis dipapan tulis, dirasa masih rendah belum sesuai dengan  kompetensi yang diharapkan dan belum sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh matematika itu sendiri yaitu siswa mampu belajar mandiri, mengembangkan sense of mathematics, dan memiliki kemampuan berpikir tinggi (higher level thinking).
Hal ini lebih khusus pada siswa belajar dan memahami konsep persegi panjang dan persegi di kelas VII E semester 2 MTsN 1 Kota Semarang, siswa banyak mengalami kesulitan dalam memehami konsep persegi panjang dan persegi. Kegiatan pembelajaran di kelas dan kegiatan siswa secara individu, masih sangat ditentukan dan bergantung oleh guru. Hal ini juga ditunjukan dari hasil belajar pada tes sumatif materi tersebut rata-rata dari tahun ketahun selalu dibawah hasil ketuntasan belajar minimal yang ditentukan yaitu 60.
Model Pembelajaran Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran dan ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan (K.L. Pepkin, 2004:1). Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas dan motivasi siswa dalam mempelajari matematika, sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal baik dari proses maupun hasil belajarnya.
Pemilihan media pembelajaran dengan menggunakan VCD dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan dalam berbagai keadaan tempat, baik di sekolah maupun di rumah; serta yang paling utama adalah dapat memenuhi nilai atau fungsi media pembelajaran secara umum. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka judul yang dipilih dalam makalah ini adalah “Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Dengan Media Video Compact Disk untuk meningkatkan pemahaman konsep persegi dan persegi panjang”.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dimunculkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.     Bagaimana skenario pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi kelas VII E semester 2 di MTsN 1 Kota Semarang yang lebih operasional?
2.     Bagaimana keaktifan siswa dalampenerapan pembelajaran creative problem solving dengan video compact disk
3.     Apakah penerapan  model pembelajaran creative problem solving dengan video compact disk dapat meningkatkan pemahaman konsep tentang persegi panjang dan persegi?

C.     TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini diharapkan dapat:
  1. Menemukan format skenario membelajarkan matematika creative problem solving dengan media video compact disk pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi kelas VII E semester 2 di MTsN 1 Kota Semarang yang lebih operasional.
  2. Meningkatkan keaktifan siswa dengan menggunakan model creative problem solving dengan media video compact disk pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi  
  3. Mengetahui sejauh mana pengaruh model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk dapat meningkatkan pemahaman konsep.

D.     MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat;
  1. Bagi siswa, Memberikan nuansa baru suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep tentang persegi panjang dan persegi, keaktifan, dan hasil belajar siswa.
  2. Bagi guru, diperolehnya suatu kreativitas variasi pembelajaran yang lebih menekankan pada tuntutan kurikulum satuan pendidikan (KSP 2006) yang berakarkan kurikulum 2004, yakni memberi banyak keaktifan pada siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran demi tercapainya kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika.
  3. Bagi sekolah, diperolehnya ketepatan implementasi pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi.
  4. Peneliti, khususnya Jurusan Tadris Prodi Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo memiliki prototype model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi kelas VII semester 2 di MTs yang lebih operasional.

E.     KAJIAN PUSTAKA
1.      Teori Belajar Matematika
Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut:
a.    Tahap Enaktif
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata.
b.   Tahap Ikonik
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif.
c.    Tahap Simbolik
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik si mbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9)
Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.

2.      Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1).
Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis( Suhito, 2000:12). Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2003:1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.
Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis masalah (Problem Solving) karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan( Kurikulum 2006 ) yang berakarkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004) 
(Depdiknas, 2003:8) menyatakan bahwa potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal dan di dalam proses belajar matematika siswa dituntut untuk mampu:
a.          Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan,
b.         Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya,
c.          Melakukan kegiatan pemecahan masalah,
d.         Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada orang lain.

Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkannya proses belajar matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberikan kegiatan yang menantang, memberikan kegiatan yang memberi harapan keberhasilan, menghargai setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003:5).
Selain itu di dalam mempelajari matematika siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan usaha guru untuk:
a.       Menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga atau media pembelajaran yang menarik perhatian siswa,
b.      Memberikan kesempatan belajar matematika di berbagai tempat dan keadaan,
c.       Memberikan kesempatan menggunakan metematika untuk berbagai keperluan,
d.      Mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan matematika baik di sekolah maupun di rumah,
e.       Menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni di dalam pengembangan matematika,
f.       Membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya.
( Depdiknas, 2003:6)
Dari kurikulum di atas dapat dikatakan bahwa guru dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan, memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di rumah.

3.      Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika
Model “Creative Problem Solving” (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin, 2004:1)
Suatu soal yang dianggap sebagai “masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui cara menyelesaikannya, karena telah jelas antara hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan biasanya telah ada contoh soal.
 Pada masalah siswa tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya, tetapi siswa tertarik dan tertantang untuk menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah (Suyitno, 2000:34).
Adapaun proses dari model pembelajaran JPS, terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan.
b.      Pengungkapan pendapat
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.
c.       Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.
d.      Implementasi.
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya samapai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut (Pepkin, 2004:2).
Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika.

4.      Media Pembelajaran Matematika
Menurut H.W. Fowler (Suyitno, 2000:1) matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak. Sehingga untuk menunjang kelancaran pembelajaran disamping pemilihan metode yang tepat juga perlu digunakan suatu media pembelajaran yang sangat berperan dalam membimbing abstraksi siswa (Suyitno, 2000:37).
Menurut Darhim(1993:10) adapun nilai atau fungsi khusus media pendidikan matematika antara lain:
1.      Untuk mengurangi atau menghindari terjadinya salah komunikasi,
2.      Untuk membangkitkan minat atau motivasi belajar siswa,
3.      Untuk membuat konsep matematika yang abstrak, dapat disajikan dalam bentuk konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti dan dapat disajikan sesuai dengan tingkat-tingkat berpikir siswa.
Jadi salah satu fungsi media pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar dan hasil akhir. Sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya pula (Dimyati, 1994:78-79).

5.      Penggunaan VCD ( video Compact Disc ) dalam Pembelajaran matemataika
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, berkembang pula jenis-jenis media pembelajaran yang lebih menarik dan dapat digunakan baik di sekolah maupun di rumah. Salah satunya adalah media pembelajaran yang berbentuk VCD (Video Compact Disc).
Penggunaan VCD (Video Compact Disc) dapat digunakan sebagai alternatif pemilihan media pembelajaran matematika yang cukup mudah untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan akhir-akhir ini di lingkungan akademis atau pendidikan penggunaan media pembelajaran yang berbentuk VCD bukan merupakan hal yang baru lagi dan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Penggunaan media pembelajaran matematika yang berbentuk VCD memungkinkan digunakan di rumah karena VCD player sekarang ini sudah bukan merupakan barang mewah lagi dan dapat ditemukan hampir disetiap rumah siswa.

6.      Pembelajaran yang Berorientasi Pada Aktivitas
Menurut Sardiman, yang dimaksud aktivitas belajar adalah keaktifan yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan pembelajaran, kedua aktivitas tersebut harus saling menunjang agar diperolehasil yang maksimal, sehubungan dengan hal tersebut Piaget mengemukakan pendapat, “bahwa seseorang berpikir sepanjang ia berbuat sesuatu karena tanpa berbuat ia tidak akan mau berpikir kreatif”.[1] Sehingga dalam proses pembelajaran peserta didik harus diberikan kesempatan berbuat sendiri sebagai stimulus untuk membangkitkan pemikiran bertaraf verbal setelah peserta didik melakukan kegiatan (berpikir menggunakan taraf perbuatan). Karena aktivitas tersebut sangat bermanfaat bagi peserta didik dalam mencari pengalaman dan mengalami sendiri, sehingga pembelajaran lebih berhasil dan menarik. Asumsi yang timbul bahwa pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas peserta didik adalah:[2]
a)      Asumsi filosofi tentang pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, soaial, maupun kedewasaan moral. Karena proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki peserta didik sehingga memunculkan hakekat pendidikan dasar diantaranya: (a) interaksi manusia; (b) pembinaan dan pengembangan potensi manusia; (c) berlangsung sepanjang hayat; (d) kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan peserta didik; (e) keseimbangan antara kebebasan subjek (terdidik) dan kewibawaan guru (pendidik); dan (f) peningkatan kualitas hidup manusia.
b)      Asumsi tentang peserta didik sebagai subjek pendidikan, yaitu: Pertama, peserta didik bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap perkembanagan. Kedua, setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda. Ketiga, peserta didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya. Keempat, peserta didik mempunyai motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.[3]
c)      Asumsi tentang guru adalah: Pertama, guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik. Kedua, guru memiliki kemampuan professional dalam mengajar. Ketiga, guru mempunyai kode etik keguruan. Keempat, guru memiliki peran sebagai sumber belajar, pemimpin (organisator) dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi peserta didik dalam belajar.
d)      Asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran adalah: Pertama, bahwa proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu system. Kedua, peristiwa belajar akan terjadi manakala peserta didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru. Ketiga, proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna. Keempat, pengajaran memberi takanan kepada proses dan produk secara seimbang. Kelima, inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar peserta didik secara optimal.


7.      Hasil Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Dari beberapa pendapat baik menurut Mulyono Abdurrahm, Keller,  Nana Sudjana, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar yang diperoleh melalui usaha dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar.
Adapun hasil belajar/kompetisi dalam pembelajaran matematika yang harus dicapai sebagai berikut ( Erman Suherman 2003:17)
a.       Menunjukan permasalahan dan keterkaitan antara konsep matematika yang dipelajari, serta mengaplikasikan konsep algoritma secara luwes, akurat, efesien dan tepat dalam pemecahan masalah.
b.      Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
c.       Mengguanakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi metematika dan membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika.
d.      Kemampuan berpikir tinggi diperlukan agar siswa memiliki kemampuan untuk  menemukan/discovery penyelesaian problem-problem matematika di jenjangnya
e.       Menunjukan kemampuan strategi dalam membuat (merumuskan), menafsirkan dan menyelesaikan metode matematika dalam pemecahan masalah.
f.       Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Hasil belajar akan dipengaruhi oleh banyak faktor. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar  baik itu menurut Muhibbin Syah, Slamet, Sumardi Suryabrata, dapat digolongkan menjadi tiga macam, sebagaiamana yang dikatakan oleh Abu Ahmadi yaitu:
a.       Faktor-faktor stimulasi belajar.
Segala sesuatu di luar individu yang merangsang individu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar dikelompokkan dalam faktor stimuli belajar antar lain; Panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat ringannya tugas, suasana lingkungan eksternal.
b.    Faktor-faktor metode balajar.
Metode belajar yang dipakai guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh si pelajar, faktor-faktor metode belajar menyangkut hal-hal berikut; kegiatan berlatih atau praktek, overlearning dan drill, resitasi belajar, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian, penggunaan modalitet indera, bimbingan dalam belajar, kondisi-kondisi intensif.
c.    Faktor-faktor individual.
Faktor-faktor individu meliputi; kematangan, faktor usia kronologis, perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani, kondisi kesehatan rohani, dan motivasi.

8.      Kajian Penelitian Pendukung.
Penelitian Saminanto, 2006 yang melakukan penelitian tindakan kelas pembelajaran matematika berbasis Diskovery-Eksperimen ,2007 yang melakukan penelitian tentang model pembelajaran turnamen matematika,  ternyata menunjukkan semangat siswa untuk mempelajari materi yang sedang dipelajari secara aktif dan mandiri. Semangat tersebut terjadi karena siswa dihadapkan pada model pembelajaran yang mereka anggap baru, yang menuntut mereka untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa membutuhkan prasarat pengetahuan  seperti yang akan dihadapi sekarang. Penelitian yang dilakukan Wardodno, 2005 tentang penerapan pembelajaran kooperatif dengan teams games tournament (TGT) memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran dengan kooperatif TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa . Selain hal tersebut juga didasarkan pada makalah tentang model pembelajaran matematika probing solving dengan vedio compact disk yang ditulis Nuriana R.D, SPd, MPd.

F.      HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan uraian di atas dapatlah dimunculkan suatu hipotesis  tindakan sebagai berikut  :
1.      Skenario pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi kelas VII E  semester 2 MTsN 1 Kota Semarang yang operasional adalah langkah-langkah pembelajan yang dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman konsep.
2.      Pembelajaran dengan model creative problem solving dengan media video compact disk pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi kelas VII semester 2 MTsN 1 Kota Semarang dapat meningkatkan keaktifan.
3.      Penggunaan model pembelajaran creative problem solving dengan video compact disk pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi kelas VII semester 2 MTsN 1 Kota Semarang dapat meningkatkan pemahaman.

G.    INDIKATOR PENELITIAN
Indikator dalam penelitian ini adalah meningkatnya pemahaman konsep persegi panjang dan persegi yang ditandai dengan perolehan nilai diatas 6,5 dan ketuntasan klasikal 75%.

H.    METODOLOGI  PENELITIAN
  1. Materi yang akan diteliti
Materi yang akan diteliti adalah persegi dan persegi panjang

  1. Tempat dan waktu
Penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan di kelas VII E semesterv 2 MTsN 1 di Kota Semarang. Waktu pelaksanaannya adalah tanggal 12 Februari untuk siklus 1 dan tanggal 15 Februari untuk siklus 2.

  1. Kolaborator
Yang melaksanakan pembelajaran adalah guru matematika kelas VII E Bapak  Harjoko, S.Pd, sedangkan sebagai kolaborator adalah Bapak Drs. Purwito dan Saminanto selaku peneliti.

  1. Rancangan Penelitian.
Kegiatan dirancang dengan penelitian tindakan kelas. Kegiatan diterapkan dalam upaya menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sebagai langkah untuk memahamkan konsep persegi panjang dan persegi demi tercapainya kompetensi dasar yang diharapkan. Tahapan langkah disusun siklus 1, dan siklus 2. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Sebagai langkah-langkah besar yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a.       Siklus 1:
Langkah-langkah besar dalam siklus 1 ini mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi akan dijelaskan sebagai berikut:
1)      Perencanaan
a)    Meninjau kembali rancangan pembelajaran yang telah disiapkan dalam bentuk prototype/modul( RPP, lembar kerja, soal evaluasi, soal tugas rumah). Selain itu perencanaan disini juga menyiapkan siswa benar-benar berada pada suasana penyadaran diri untuk melakukan pemecahan masalah/problem solving yang menekankan pada keaktifan siswa dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan vedio compact disk. Persiapan ini akan ditemukan terlebih dahulu antara guru dan siswa di luar jam.
b)   RPP harus menggambarkan pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan model creative problem solving dengan media video compact disk.
c)    Lembar kerja yang isinya berupa soal dan prosedur untuk alur pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk..
2)      Pelaksanaan
Guru mitra dengan didampingi peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disiapkan oleh peneliti. Adapun langkah-langkah pembelajaran persegi panjang dan persegi  dengan menggunakan model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk pada siklus 1 ini secara garis besar adalah sebagai berikut:
a)      Guru memberikan apersepsi tentang persegi panjang dan persegi secara kontekstual yang ada pada lingkungan siswa.
b)      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
c)      Guru memutarkan CD pembelajaran tentang persegi panjang dan persegi.
d)      Guru memberikan soal/masalah yang berhubungan dengan konsep persegi panjang dan persegi.
e)      Dengan langkah problem solving siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
f)       Menyamakan persepsi dipandu oleh guru.
g)      Menyimpulkan pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan.
h)      Guru melakukan tes formatif  secara individual.
3)      Pengamatan
Guru dan peneliti melakukan pengamatan:
a)       Selama proses pembelajaran untuk mengetahui tentang keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan problen solving.
b)      Pemahaman konsep dan hasil evaluasi/tes akhir.
c)      Dengan mencatat keberhasilan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam proses pembelajaran yang belum sesuai dengan harapan penelitian.
4)      Refleksi
a)      Secara kolaboratif guru mitra dan peneliti  menganalisis dan mendiskusikan hasil pengamatan. Selanjutnya membuat suatu refleksi mana yang perlu dipertahankan dan mana yang perlu diperbaiki untuk siklus ke 2 nantinya..
b)      Membuat  simpulan sementara terhadap pelaksanaan siklus 1.
b.      Siklus 2 :
Untuk pelaksanaan siklus 2 secara teknis sama dengan pelaksanaan siklus 1. Langkah-langkah besar dalam siklus 2 ini yang perlu ditekankan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi akan dijelaskan sebagai berikut:
1)      Perencanaan
Meninjau kembali rancangan pembelajaran yang disiapkan untuk siklus 2 dengan melakukan revisi sesuai hasil refleksi siklus 1.
2)      Pelaksanaan
Guru mitra dengan didampingi peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disiapkan oleh peneliti dan direfisi berdasarkan evaluasi pada siklus 1. Adapun langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk sama dengan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran pada siklus1..
3)      Pengamatan
Guru dan peneliti melakukan pengamatan yang sama pada siklus 1.

4)      Refleksi
Refleksi pada siklus kedua ini dilakukan untuk melakukan penyempurnaan prototype/modul pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk yang diharapkan dapat menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, meningkatkan pemahaman konsep persegi panjang dan persegi, serta meningkatkan hasil belajar siswa.

  1. Metode Penyusunan Instrumen
a.      Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) pada siklus 1 dan siklus 2 dibuat berdasarkan format yang disyaratkan dalam kurikulum tingkat  satuan pendidikan. Di dalam RPP tertuang skenario pembelajaran matematika dengan pokok bahasan persegi panjang dan persegi yang menggunakan model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk.
b.      Lembar Kerja/modul
Lembar kerja dibuat berdasarkan langkah-langkah untuk memahami konsep persegi panjang dan persegi dengan model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk.. .
c.       Tugas Rumah
Tugas rumah diberikan soal-soal yang bertujuan untuk mendalami konsep persegi panjang dan persegi serta kontekstualnya dalam kehidupan sehari-hari.
d.      Instrumen Pengamatan
Instrumen pengamatan disusun dengan indikator-indikator yang bisa mengukur tercapainya kompetensi dasar pokok bahasan persegi panjang dan persegi. Dalam hal ini terutama untuk mengukur selama proses pelaksanaan pembelajarannya, baik mengamati keaktifan siswa, dan pemahaman konsep.  
e.       Tes Formatif
Tes formatif dilakukan pada akhir siklus 1 dan siklus 2. Tes formatif pada siklus 1 dipakai untuk melihat keberhasilan sementara pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk, yang akan di bandingkan dengan hasil belajar pada pra siklus(tahun-tahun sebelumnya) dan sebagai evaluasi untuk refleksi pada siklus 2. Sedangkan tes formatif pada siklus 2 untuk melihat keberhasilan model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk. Soal tes diambil dari soal-saol ebtanas khusus pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi.

  1. Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
a.       Cara Pengumpulan Data
1)      Dokumenter
Metode dokumenter digunakan untuk mengetahui dan mendapatkan daftar nama siswa dari kelas VII E MTsN 1 Kota Semarang.
2)      Tes
Tes digunakan untuk mendapatkan hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran matematika pokok bahasan persegi panjang  dan persegi dengan model model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk, baik pada siklus 1 dan siklus 2.
3)      Lembar kerja
Lembar kerja berupa langkah-langkah untuk memahami konsep persegi panjang dan persegi dengan model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk yang diberikan siswa pada siklus 1 dan siklus 2.
4)      Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada tiap siklus. Pengamatan siklus  1 dipakai untuk  direfleksikan pada siklus 2.
b.      Cara pengolahan Data
Data hasil pengamatan dan tes diolah dengan analisis kualitatif deskriptif untuk menggambarkan keadaan peningkatan pencapaian indikator keberhasilan tiap siklus dan untuk menggambarkan keberhasilan pembelajaran dengan  model creative problem solving dengan media video compact disk yang dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman konsep persegi panjang dan persegi.
Sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh model pembelajaran matematika creative problem solving dengan media video compact disk pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi terhadap hasil belajar akan diuji regresi dengan menggunakan SPSS.







DAFTAR PUSTAKA
Darhim. 1993. Work Shop Matematika. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara DIII.
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas.
Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdikbud.
Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang:FMIPA UNNES.
Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang:IKIP Semarang Press.
Permen NO 22 tahun 2005 tentang SK dan KD.
Pepkin K.L. 2004. Creative Problem Solving In Math. Tersedia di: http://www.uh.edu/hti/cu/2004/v02/04.htm [5 Januari 2005].
Suhito. 1990. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang:FPMIPA IKIP Semarang.
Suyitno Amin, Pandoyo, Hidayah Isti, Suhito, Suparyan. 2000. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang:Pendidikan Matematika FMIPA UNNES
­____________. 2004. Pemilihan Model-model Pembelajaran dan Penerapannya di Sekolah. Semarang:Pendidikan Matematika FMIPA UNNES
Wibawanto H. 2004. Multimedia Untuk Presentasi. Semarang:Laboratorium Komputer Pascasarjana UNNES.
Nuriana R.D, SPd, MPd 2007. Makalah tentang Model Pembelajaran Creative Problem Solving dengan Video Compact Disk dalam Pembelajaran Matematika.Tersedia di: http://www.mathematic.transdigit.com[20 september 2007].



[1]Yustini Yusuf, ”Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar”, http://www.fkip.unri.ac.id/5/25/2009. 
[2]Wina Wijaya, op. cit., hlm.135.
[3]Asumsi yang dimaksud adalah menggambarkan bahwa peserta didik bukanlah subjek yang harus dijejali dengan informasi, tetapi mereka adalah subjek yang memiliki potensi dan proses pembelajaran sehingga seluruh potensi yang dimiliki peserta didik dapat berkembang secara optimal.

No comments:

Post a Comment