BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Bahasa Jerman merupakan mata pelajaran yang baru
dikenal oleh siswa SMA di kelas X program Inti dengan durasi waktu 2 x 45 menit
setiap minggu. Materi yang diajarkan relatif masih sederhana yakni bagaimana memperkenalkan
diri dan orang lain serta bagaimana percakapan di sekolah. Sedangkan di kelas
XI program bahasa ada penambahan jam
mengajar yakni 4 x 45 menit. Perlu juga diketahui bahwa siswa-siswa yang masuk
ke dalam kelas bahasa mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, ada yang
karena memang menjadi pilihan pertama pada saat memilih program di kelas XI,
tetapi kebanyakan mereka terpaksa masuk kelas bahasa oleh karena tidak lulus
kriteria penetapan penjurusan baik IPA maupun IPS.
Dari 17 siswa, mereka yang memilih program bahasa
pada pilihan pertama sebanyak 3
siswa atau 17,6 %, sedangkan 2 siswa atau 11,7 % sebagai pilihan kedua dan
selebihnya adalah benar-benar siswa yang tidak memilih program bahasa. Bisa
dibayangkan bagaimana kondisi siswa pada saat pembelajaran, siswa yang kurang
berminat mempelajari bahasa, nampak dikelas kurang aktif, lebih banyak diam.
pernah peneliti mencoba untuk tanya jawab lisan tentang materi yan sudah pernah
diajarkan, namun hanya 3-5 siswa yang memberi respon sedangkan yang lain hanya
diam. Suasana belajar kurang menyenangkan. Keterpaksaan masuk kelas program
bahasa benar benar menjadikan suasana yang sulit bagi mereka untuk menyesuaikan
proses pemelajaran.
Dengan kondisi tersebut di atas tentunya suasana
belajar di kelas bahasa menjadi kurang kondusif,
begitu pula dengan motivasi belajar siswanya yang rendah dibandingkan dengan
siswa yang berada di program IPA maupun IPS.
Sekalipun materi–materi yang diajarkan tergolong sangat sederhana namun
tidak membuat siswa dapat mudah menerima ataupun tertarik mempelajarinya. Di samping
itu tatabahasa yang mereka pelajari juga masih sangat sederhana, mungkin bisa
dikatakan mempelajari Bahasa Jerman
tingkat Taman Kanak-Kanak di negara Jerman. Padahal siswa lebih senang
membahas materi–materi yang berhubungan dengan dunia remajanya.
Peneliti mencoba memberi variasi lain untuk
menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap Bahasa Jerman. Salah satu strategi yang
telah peneliti lakukan adalah belajar sambil bermain, yang dikemas dalam sebuah
permainan peran atau yang dikenal dengan role
play. Agar mereka merasa senang dengan pembelajaran Bahasa Jerman, tema role play didiskusikan bersama sesuai
dengan keinginan mereka.
Dengan role
play, siswa akan mempersiapkan terlebih dulu bentuk percakapannya,
kalimat-kalimat yang hendak disampaikan. Dan saat memproduksi kalimat inilah
banyak kendala yang mereka hadapi, antara lain: pilihan kosakata, ujaran, pelafalan maupun
ketatabahasanya. Masalah yang paling banyak dijumpai adalah proses menyusun
kalimat sesuai dengan tatabahasa Jerman. Sehubungan banyak kemiripan antara Bahasa
Jerman dan Bahasa Inggris, peneliti sesering mungkin mengkaitkan materi
pelajaran Bahasa Jerman dengan menggunakan Bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan
untuk mempermudah penyusunan kalimat dan mempercepat pemahaman materi Bahasa
Jerman sehingga tampilan mereka dalam bermain peran dapat optimal.
Banyak teknik untuk meningkatkan kemampuan
berbicara, namun peneliti lebih cenderung memilih teknik role play karena memiliki daya tarik tersendiri bagi siswa. Mengapa
demikian? Pertama siswa terlebih dulu menyusun sebuah narasi, mereka secara
tidak sengaja belajar menyusun kalimat menurut tata bahasa Jerman yang benar.
Andaikan kalimat yang mereka hasilkan tidak sesuai dengan tatabahasa yang benar
dan kosakata yang tepat, maka akan mempersulit pemahaman bagi lawan bicaranya
ataupun bagi yang mendengarkan.
Gillian Porter
Ladousse (1987) memberi dukungan bahwa role-play
menambah variasi, perubahan perilaku dan kesempatan memproduksi kalimat serta banyak kesenangan.(role play into the classroom adds variety, a change of pace and
opportunities for a lot of language production and also a lot of fun!). Pendampingan
guru dalam hal ini mutlak diperlukan
karena mereka masih baru mengenal tatabahasa Jerman dan minim kosakata. Kedua, setelah siswa selesai menyusun
narasi, mereka belajar memperagakan isi narasi tersebut dalam unjuk kerja yang
berupa bermain peran. Siswa secara tidak sengaja lagi belajar melafalkan
kosakata dengan benar dan juga belajar akting sesuai dengan yang mereka
perankan. Dengan semakin sering siswa diberi kesempatan untuk tampil di depan
kelas baik itu menjawab pertanyaan ataupun unjuk kerja lainnya, lama-kelamaan
mereka akan berani menyampaikan gagasannya, dan nantinya mereka akan mempunyai rasa percaya diri. Tidak
sedikit orang yang takut berbicara baik secara formal maupun informal didepan forum.
Pendapat ini didukung oleh
Maidar G. Arsjad yang juga menyatakan bahwa banyak ahli terampil menuangkan
gagasannya dalam bentuk tulisan, namun mereka
sering kurang terampil menyajikannya secara lisan. Apalagi berbicara
secara formal tidaklah semudah yang dibayangkan orang. Walaupun secara alamiah
setiap orang mampu berbicara, namun berbicara secara formal atau dalam situasi
resmi sering menimbulkan kegugupan sehingga gagasan yang dikemukakan menjadi
tidak teratur. Bahkan yang lebih parah lagi ada orang yang tidak berani
berbicara sama sekali. Anggapan bahwa setiap orang dengan sendirinya dapat
berbicara, telah menyebabkan pembinaan kemampuan berbicara ini sering
diabaikan. (1987: 23)
B. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, permasa-lahan
yang ada dapat di rumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana
penggunaan role play dapat
meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Jerman?
b. Apakah penggunaan role play dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman ?
2. Pemecahan
Masalah
Rendahnya kemampuan berbicara Bahasa
Jerman siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri xxx disebabkan oleh perasaan
takut berpendapat. Hal ini menyebabkan hasil pembelajaran kurang optimal. Jika
siswa punya keberanian berbicara dan berpendapat serta disajikan pendekatan
yang lebih variatif dan menarik akan bisa meningkatkan kualitas pembelajaran
Bahasa Jerman. Teknik role play
dipandang oleh peneliti tepat untuk mengatasi masalah tersebut, karena dengan
teknik ini maka siswa secara tidak sengaja belajar melafalkan ujaran dengan
benar dan menyusun kalimat dengan menggunakan kosakata yang tepat serta
tatabahasa yang benar melalui peran yang mereka mainkan. Semakin sering siswa
memproduksi kalimat maka semakin lancar mereka mengungkapkan gagasan atau
idenya.
3. Tujuan
Penelitian
Setelah kegiatan pembelajaran
kemampuan berbahasa Jerman dengan menggunakan Role Play diharapkan :
a. Untuk
meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Jerman dengan menggunakan role play .
b. Untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman dengan menggunakan role play.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan
akan memberikan manfaat yang berarti bagi :
a.
Guru
sebagai peneliti: berdampak bagi pengembangan profesionalisme guru terutama
dalam penyusunan karya tulis ilmiah, dan meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa
Jerman.
b.
Siswa:
mudah menerima materi pelajaran khususnya meningkatkan kemampuan berbicara, dan
merasa mendapat perhatian serta kesempatan untuk menyampaikan gagasan sesuai dengan kemampuannya.
c.
Guru
Lain: sebagai rujukan bagi teman sejawat untuk mengembangkan
profesionalitasnya, terutama dalam pembuatan karya tulis ilmiah yang nantinya
beroleh manfaat untuk kenaikan pangkat.
d.
Lembaga:
adanya sumber daya manusia yang berkualitas, maka akan menghasilkan anak didik yang
berkualitas pula sehingga secara otomatis tujuan pendidikan akan tercapai
secara optimal.
Ingin mendapatkan selengkapnya hubungi 081553443171
No comments:
Post a Comment